Park Geun-hye (Foto: Trust)
SEOUL - Presiden Korea Selatan (Korsel) Lee
Myung-bak mendesak Park Geun-hye meminta maaf atas pelanggaran hak asasi
manusia (HAM) yang dilakukan sang ayah, mantan presiden Park Chung-hee.
Permintaan itupun dipenuhi Geun-hye.
Geun-hye merupakan Ketua Partai Saenuri yang beraliran konservatif diketahui akan maju dalam pemilihan umum presiden pada Desember mendatang.
Namun perjuangan Geun-hye untuk mencapai posisi tertinggi di Korsel terhalang oleh warisan masa lalu sang ayah. Sebagian kalangan tidak menutup mata atas kemajuan perekonomian Korsel yang dihasilkan Park Chung-hee namun kelompok muda dan liberal menyebut catatan HAM yang ditinggalkannya merupakan noda dalam sejarah negara itu.
Menanggapi isu ini Geun-hye pun angkat suara. Geun-hye tidak memungkiri bahwa selama sang ayah berkuasa Korsel memprioritaskan pertumbuhan ekonomi dan isu-isu keamanan nasional.
"Di balik pertumbuhan ekonomi yang gemilang terdapat para pekerja yang menderita di bawah lingkungan kerja yang represif. Dibalik upaya keamanan nasional untuk melindungi Korsel dari rezim Korea Utara ada pelanggaran HAM yang dilakukan negara," ungkap Geun-hye, seperti dikutip BBC, Senin (24/9/2012).
Perempuan berusia 60 tahun itu pun menyatakan permintaan maafnya. "Saya percaya bahwa hal-hal tersebut adalah nilai-nilai demokrasi yang seharusnya tidak dihalalkan dalam cara-cara berpolitik," tegas Geun-hye.
Sang ayah yang merebut kekuasaan dalam sebuah kudeta militer pada 1979 dituding membungkam perbedaan pendapat dengan kejam hingga menghambat proses demokrasi di Korsel. Namun di tengah tudingan tersebut, Park Chung-hee diakui berhasil mendorong kemajuan perekonomian Korsel.
Kemenangan Geun-hye dalam nominasi partainya telah menorehkan catatan bersejarah bagi Korsel. Karena untuk pertama kalinya di negara itu seorang perempuan terpilih sebagai calon presiden. Usai menyatakan permintaan maafnya Geun hye pun mengatakan tetap maju dalam pemilihan presiden pada 19 Desember.(rhs)
Geun-hye merupakan Ketua Partai Saenuri yang beraliran konservatif diketahui akan maju dalam pemilihan umum presiden pada Desember mendatang.
Namun perjuangan Geun-hye untuk mencapai posisi tertinggi di Korsel terhalang oleh warisan masa lalu sang ayah. Sebagian kalangan tidak menutup mata atas kemajuan perekonomian Korsel yang dihasilkan Park Chung-hee namun kelompok muda dan liberal menyebut catatan HAM yang ditinggalkannya merupakan noda dalam sejarah negara itu.
Menanggapi isu ini Geun-hye pun angkat suara. Geun-hye tidak memungkiri bahwa selama sang ayah berkuasa Korsel memprioritaskan pertumbuhan ekonomi dan isu-isu keamanan nasional.
"Di balik pertumbuhan ekonomi yang gemilang terdapat para pekerja yang menderita di bawah lingkungan kerja yang represif. Dibalik upaya keamanan nasional untuk melindungi Korsel dari rezim Korea Utara ada pelanggaran HAM yang dilakukan negara," ungkap Geun-hye, seperti dikutip BBC, Senin (24/9/2012).
Perempuan berusia 60 tahun itu pun menyatakan permintaan maafnya. "Saya percaya bahwa hal-hal tersebut adalah nilai-nilai demokrasi yang seharusnya tidak dihalalkan dalam cara-cara berpolitik," tegas Geun-hye.
Sang ayah yang merebut kekuasaan dalam sebuah kudeta militer pada 1979 dituding membungkam perbedaan pendapat dengan kejam hingga menghambat proses demokrasi di Korsel. Namun di tengah tudingan tersebut, Park Chung-hee diakui berhasil mendorong kemajuan perekonomian Korsel.
Kemenangan Geun-hye dalam nominasi partainya telah menorehkan catatan bersejarah bagi Korsel. Karena untuk pertama kalinya di negara itu seorang perempuan terpilih sebagai calon presiden. Usai menyatakan permintaan maafnya Geun hye pun mengatakan tetap maju dalam pemilihan presiden pada 19 Desember.(rhs)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !